Batik Banjarnegara
dengan pusatnya di Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon, serta Desa Panerusan Wetan
Kecamatan Susukan hingga saat ini telah mengalami perkembangan positif,
menyusul dengan banyaknya pesanan dari para kolektor. Maka tak ayal jika jumlah
pengrajin batik yang semula hanya tinggal 22 orang pada tahun 2003 kini jumlahnya
meningkat menjadi lebih dari 200 Orang.
Himbuan dari
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tentang penggunaan pakaian batik bagi semua
Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2004, nampaknya menjadi penyebab terjadinya
peningkatan jumlah pengrajin tersebut
Hingga
kini memang belum ada yang melakukan penelitian secara khusus tentang
keberadaan Batik Gumelem, namun beberapa sumber menyebutkan bahwa Batik Gumelem
sudah ada sejak zaman berdirinya tanah perdikan Gumelem di bawah pengaruh
Keraton Surakarta yang kemudian menjadi daerah Kademangan.
Seiring dengan
membaiknya dunia perbatikan, para
perancang busana di Banjarnegara nampaknya
juga memanfaatkan momen baik dengan menampilkan berbagai model busana yang cukup modis
bahkan lebih gaul lagi, sehingga pakaian
yang biasanya hanya dipakai oleh orang-orang dewasa dalam acara-acara resmi dan sebagai pakaian dinas bagi Pegawai Negeri
Sipil kini telah merambah ke
barbagai lapisan masyarakat di Banjarnegara.
Triono
dan Nanik Suparni dari Desa Panerusan Wetan, Kecamatan Susukan adalah suami
istri yang sejak tahun 2010 ikut nguri-uri keberadaan batik tulis Gumelem,
dengan maksud memperdayakan kaum perempuan yang memiliki kemampuan membatik.
Ketika
tim liputan Derap Serayu berkunjung ke rumah batik “Wardah” nampak beberapa ibu
sedang sibuk dengan cantingnya masing-masing. Mbah Narisem yang sudah puluhan tahun membatik, kala itu
sedang mengerjakan batik dengan motif Parang Mrica.
Tangan
keriput nenek berusia 75 tahun itu sepertinya tidak mengenal lelah menggoreskan
canting segaris demi segaris di atas kain mori berwarna putih. Ini memberikan
pertanda bahwa perubahan jaman yang sudah begitu pesat, ternyata tidak
melunturkan kecintaannya pada dunia batik tulis Gumelem.
Kami
baru dua tahun mengembangkan batik tulis “Gumelem”, ucap Triono selaku pemilik Galeri
Batik “Wardah” mengawali perbincangannya dengan tim liputan Derap Serayu. Meski
begitu Triono beserta istrinya Nanik Suparni, berusaha untuk bisa menampilkan
batik yang bisa diterima masyarakat.
Karena
itu jenis batik yang diproduksi, kecuali batik tulis murni juga ada batik cap,
semi batik tulis dan batik printing. Adapun jumlah batik yang diproduksi dalam
setiap bulannya mencapai sekitar 712. Terdiri dari batik tulis murni sebanyak
12 lembar, semi batik tulis sebanyak 200 lembar dan batik printing sebanyak 500
lembar.
Menurut
Triono, produksi batik sebanyak itu dikerjakan oleh 40 orang pembatik dan 2
orang tenaga pewarnaan. Dari tenaga pembatik yang ada sebagian besar adalah
generasi lama dan hanya sedikit pembatik yang muda.
Selama
ini Triono memang mengakui rasa kekhawatirannya akan keberadaan batik tulis
Gumelem, karena pelaku seni rupa dua dimensional itu rata-rata didominasi oleh
pembatik berusia 50 tahun ke atas dan hanya sedikit sekali pembatik yang
berusia 50 tahun ke bawah.
Karena
itu dalam rangka ikut melestarikan keberadaan batik tulis Gumelem, Triono dan
Nanik Suparni telah melakukan regenerasi dengan melatih beberapa generasi muda
di sekitarnya, termasuk memberikan kesempatan kepada para siswa yang ingin
belajar membatik, Katanya.
Menyinggung
tentang memasaran, selama ini tidak ada masalah kerena para pembeli pada
umumnya dating sendiri ke lokasi. Sebagian besar hasil produksinya adalah
berdasarkan pesanan dan sebagian lagi ada yang memasarkan di daerah Semarang
dan Jakarta. Batik produksi Wardah di jual dengan harga antara Rp 150 ribu
hingga Rp Rp 500 ribu.
Adapun
motif yang sering diproduksi Wardah diantaranya Dawet Ayu, Salak Langsat, Salak
Kawung, Buah Naga, Semanggen Kembar, Pisang Bali, Pakis Haji, Sirongge,
Raflesia, Rumpt laut, Pring Sedapur, Pring Setetek, Parang Mrica, Laras Pongas,
Sekar Kupu dan motif lainnya. (s.bag).
Tulisan Terkait:
Tulisan Terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar